Pendidikan,
Hak Asasi Pemuda
John Dewey, Tokoh Pendidikan
Amerika Serikat
“ Pendidikan bukanlah
persiapan hidup; karena pendidikan adalah hidup itu sendiri”. John Dewey (1859-1952)
Pendidikan. Hal fundamental bagi setiap orang dan bagi
negara. Pendidikan merupakan hak semua orang. Mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya
adalah hak semua warga negara, tak pandang ras, suku ataupun agama. Tujuannya
jelas, seperti kutipan di atas bahwa pendidikan adalah hidup itu sendiri, tak
berpendidikan berarti tak hidup. Dan pendidikan bukanlah persiapan untuk hidup
lebih baik. Hidup lebih baik adalah hasil manis dari pendidikan yang telah ditempuh.
Jelas termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
republik ini, bahwa tujuan nasional adalah untuk
melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Secara jelas bisa dipahami bahwa
salah satu tujuan dari dibentuknya republik ini adalah untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa. Pendidikan adalah syarat mutlak terealisasinya tujuan
menjadikan kehidupan bangsa ini cerdas. Pendidikan adalah fitrah manusia sebagi
makhluk yang berakal dan berpikir.
Bidang pendidikan sebenarnya telah
menjadi gagasan serius dalam rumusan perundangan republik ini. Terbukti dengan
dirumuskannya pasal khusus tentang pendidikan. Pasal-pasal tersebut mengatur
mulai dari hak warga negara mendapatkan pendidikan sampai peran pemerintah
untuk memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi. Diamanatkan dalam Pasal 31 UUD
1945 bahwa: (1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan; (2) Setiap
warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.
Pendidikan Sebagai Hak Asasi Pemuda
Pemuda, yang dalam hal ini berperan sebagai penerus estafeta
kepemimpinan negeri ini mempunyai hak sepenuhnya untuk berpendidikan tinggi. Jelas
juga terpatri dalam UUD 1945 bahwa pendidikan sebenarnya merupakan bagian dari
hak asasi manusia, seperti termaktub dalam Pasal 28C Ayat (1) dan Pasal 28E
Ayat (1) UUD 1945. Di negara hukum, hak-hak dasar atau hak asasi setiap warga
negara yang kemudian menjadi hak konstitusional bukan sekadar harus dihormati
dan dilindungi, melainkan juga harus dijamin pemenuhannya. Sebuah ironi memang ketika
tim independent dan Kemendikbud
menemukan bahwa jumlah pemuda masa kuliah sekitar 25 juta jiwa, tetapi pemuda
yang memiliki kesempatan kuliah hanya sekitar 4 jutaan jiwa. Nyaris 1 berbanding 5.
Hak asasi pemuda terampas, karena berbagai faktor yang dilematis.
Padahal berdasarkan kaidahnya, hak konstitusional warga
negara bukan hanya mewajibkan negara menghormati dan melindunginya, akan tetapi
lebih luas lagi negara memiliki tanggung jawab untuk memenuhi hak tersebut.
Bahkan UUD 1945 telah memberi perlindungan sebagaimana fungsinya terhadap
hak-hak dasar warga negara umumnya, pemuda khususnya dalam mendapatkan
pendidikan setingi-tingginya. Hal itu tertuang dalam Pasal 31 Ayat (2)
mewajibkan kepada pemerintah untuk membiayainya. Bahkan, negara harus
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN serta APBD
untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Lantas jika hanya 1 bagian saja dari generasi muda negeri ini
yang berkesempatan melanjutkan ke perguruan tinggi, bagaimanakah nasib
Indonesaia di beberapa masa yang akan datang? Padahal 2015 saja perdagangan
bebas se-Asia Tenggara akan dimulai. Jika melihat fakta minimnya pemuda yang
berpendidikan sampai perguruan tinggi maka Indonesai akan menjadi ‘objek’
perdagangan bebas yang empuk. Para ahli diberbagai macam bidang pekerjaan dari
seluruh ASEAN akan masuk dengan mudah ke Indonesia, sedangkan kaderisasi pemimpin
dan ahli dari Indonesia antara permintaan dan penawarannya berbanding terbalik,
maka akan terjadi degredasi kualitas bangsa dan banjirnya pekerja asing di
Indonesia.
Fakta ini semakin menguatkan bahwa pendidikan setingi-tingginya
sebagai hak asasi pemuda adalah wajib untuk dipenuhi oleh pemerintah selaku
penyelenggara negara agar kelangsungan hidup Indonesia bisa dipertahankan
bahkan diusung kearah perbaikan diberbagai sektor.
Mencerdaskan Indonesia, Mencerdaskan Pemuda
Arti frasa “...mencerdaskan kehidupan
bangsa” dalam Pembukaan UUD 1945 republik ini secara luas bukan hanya
menjadikan warga negara, pemuda khususnya cerdas dalam ilmu pengetahuan dan
penalaran logika. Namun lebih jauh pendiri negara ini mengartikan secara
implisit bahwa cerdas disini adalah mampu menjadikan pendidikan sebagai
petunjuk moral untuk memilah mana yang baik dan buruk, serta sebagai tuntunan
perilaku dalam menghidupkan negeri ini.
Mencerdaskan bangsa, maka akan secara
otomatis mengharuskan pemuda cerdas terlebih dahulu. Jika tidak demikian, maka
mencerdaskan bangsa hanyalah verba tanpa makna. Pemuda seperti yang telah
dibahas sebelumnya adalah garda terdepan kelangsungan hidup Indonesia, penerus
estafeta kepemimpinan negeri ini. Maka, hak pemuda untuk mendapatkan pendidikan
setingi – tingginya menjadi sangat riskan jika tidak dipenuhi. Hal tersebut
akan berimbas pada tujuan mencerdaskan bangsa hanya berakhir sebagai kata tanpa
makna. Generasi muda cerdas pasti akan mempimpin Indonesia dengan kecerdasan
mereka. Indonesia kedepan akan dipimpin secara luwes, sehingga kemakmuran
seluruh rakyat Indonesai bisa terwujud.
Jika generasi muda cerdas dengan
pemenuhan hak pendidikan setinggi-tingginya telah terealisasi, maka Indonesia
akan lebih mampu dalam menghadapi persaingan global, utamanya pasar bebas ASEAN
yang kini tinggal hitungan tahun. Tidak ada kata terlambat untuk pemenuhan hak
tersebut. Sudah saatnya penyelenggara negeri ini sadar, bahwa menempatkan
pendidikan dalam pilar tertinggi kehidupan berbangsa dan bernegara adalah sangat
penting, demi kelangsungan Indonesia itu sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar