Seni Budaya, Aset Bangsa yang Harus Lestari
Oleh: Lulu Zuhriyah, Mahasiswi Ilmu Komunikasi
Universitas Paramadina, Jakarta.
“ Budaya adalah
hati. Seni adalah buah hati. ”
Murwito
Indonesia adalah negara bineka
tunggal ika dengan kebinekaan seni dan budaya dari ujung Sabang hingga ekor
Marauke. Kutipan diatas adalah refleksi akan pentingnya seni dan budaya,
sehingga nenek moyang dengan susah payah mewariskannya dari generasi ke generasi
agar seni budaya tetap lestari. Namun kini, seni dan budaya Indonesia bagaikan
kehilangan cahayanya. Cahaya kearifan yang kian redup karena kegemerlapan
budaya luar yang kian menyilaukan mata masyarakat, yang datang berduyun – duyun
bersama arus globalisasi. Lantas apakah asal muasalnya, sehingga budaya luar
begitu gemerlap nyaris mengalahkan cahaya budaya lokal? Sadar atau tidak, seni
dan budaya telah berada dalam kemasan baru dan menjadi esensi tersendiri dalam ranah
globalisasi.
Komoditas Budaya
Budaya di era globalisasi ini telah
memiliki prosesi politik tersendiri. Tarik-dorong kebudayaan di seluruh dunia
utamanya di Indonesia menjadi fenomena tersendiri yang mengerucut pada
homogenisasi budaya di dunia. Homogen berarti jenis, watak, sifat yang sama[1],
sehingga homogenisasi budaya adalah fenomena dimana budaya diseluruh dunia
menjadi homogen atau nyaris serupa.
Homogenisasi budaya adalah salah satu
produk yang terlahir dari rahim globalisasi, dimana antarnegara sudah tidak
lagi terhalang oleh batas, ruang dan waktu untuk saling berinteraksi. Interaksi
yang semakin intensif antarnegara berakibat langsung kepada transfer budaya
diantara negara yang berinteraksi tersebut, dan pada kenyataannya interaksi di
era globalisasi ini telah mendunia yang melibatkan seluruh negara di dunia.
Implikasinya adalah budaya diseluruh dunia mengarah pada budaya westernisasi yang
merupakan budaya yang paling mendominasi. Dikatakan mendominasi karena negara –
negara barat adalah negara yang telah meengglobalkan dunia bersama
modernisasinya. Kemudian modernisasi tersebut mengalirkan ritme baru perputaran
ekonomi. Komoditas budaya.
Budaya telah dijadikan komoditi baru
dalam percaturan ekonomi global. Kebutuhan manusia modern akan hiburan atau
kemasan baru terhadap seni budaya telah menjadi esensi tersendiri diantara
negara – negara, sehingga persaingan baru dalam perekonomian dunia telah
terbentuk. Menjelmanya seni budaya menjadi komoditas baru terbukti telah kita
alami langsung efeknya. Banyak seni dan budaya kita yang diakui negara tetangga
sebagai budaya negaranya, mengapa? Karena budaya telah menjadi bagian dari
strategi pemasaran negara tersebut dalam mengundang pelancong agar berkunjung
kenegaranya.
Ketidakpekaan negara kita akan
pentingnya seni budaya dan tradisi yang lestari menjadi celah tersendiri yang
dimanfaatkan oleh negara tetangga yang serumpun dengan kita, sehingga pengakuan
akan budaya kita menjadi riskan terjadi. Budaya tradisi adalah cara hidup dan
adat kebiasaan yang diwariskan oleh nenek moyang secara turun-temurun dan masih
dijalankan oleh masyarakat. Pelestarian akan tradisi dan seni budaya menjadi
sangat penting karena homogenisasi budaya telah mewabah dan perlahan namun
pasti menggerogoti jati diri bangsa.
Seni budaya, di era mewabahnya
komoditas budaya ini adalah aset penting bagi bangsa ini untuk lebih menguatkan
jati diri, serta seperti hakikatnya, komoditas adalah benda niaga. Seni budaya
berperan sebagai alat niaga yang menghasilkan laba untuk negeri ini. Keindahan
estetika seni dan budaya kita sudah tidak diragukan lagi, buktinya negara
tetangga saja sampai berusaha mengklaim bahwa seni budaya kita adalah miliknya.
Ironisnya, kita sendiri yang malah buta akan keindahannya, menganggap bahwa
mematenkannya bukanlah hal penting, sehingga kasus ‘pencurian’ tersebut
terjadi.
Rekonsiliasi Budaya
Dalam
implementasinya, seni budaya dewasa ini nyaris langka penerusnya. Muda – mudi
Indonesia mayoritasnya telah enggan meneruskan estafeta pelestarian seni budaya
karena terlalu fokusnya model pembelajaran negeri ini akan teori ilmu
pengetahuan, bahkan terkesan mengesampingkan pembelajaran seni dan budaya.
Bukan hanya itu, suguhan tayangan media yang juga semakin minim menayangkan seni
budaya tradisonal ikut memperparah fenomena ini.
Saat ini, melakukan pemulihan terhadap
seni budaya kita agar tidak tergerus homogenisasi westernisasi adalah sangat
penting. Rekonsiliasi budaya adalah pilihan mutlak agar kita mampu bersaing
dalam era komoditas budaya. Sudah sepatutnya generasi muda ikut merekonsiliasi
seni budaya Indonesia, bukan malah larut dalam euforia seni budaya luar dan
meneggelamkan seni budaya tanah kelahiran sendiri. Pemerintah pun menjadi kunci
penting akan kemana usaha pelestarian seni budaya sebagai aset bangsa ini
dibawa.
Setidaknya sebagai generasi penerus
bangsa, pemuda Indonesia harus mulai menanamkan rasa cinta kepada seni budaya
tradisional, bukan hanya larut dalam komoditi (budaya) negara lain, dan lupa
akan komoditi negaranya. Pemuda juga harus sadar bahwa budaya adalah aset
terbesar negeri ini dimasa sekarang dan dimasa mereka yang akan datang. Aset
yang akan membawa jati diri bangsa dimata dunia, aset yang akan mendatangkan
devisa, aset yang akan mengantarkan kita pada kejayaan perekonomian di kancah
komoditas budaya. Bayangkan bila seni budaya kita dimasa depan telah menguap
karena saat ini sudah sedikit pemuda yang mau meneruskannya, kita tidak akan
bisa masuk dalam perekonomian yang berkomoditi budaya ini.
Pemerintah juga patut menjadikan
rekonsiliasi budaya sebagai agenda baru dalam usaha pelestarian seni budaya
Indonesia. Langkah nyatanya bisa dituangkan dalam kurikulum wajib pendidikan
seni budaya di seluruh jenjang pendidikan di Indonesia. Sosialisi pentingnya
seni budaya tradisi yang lestari juga patut dilakukan untuk masyarakat oleh
pemerintah, agar semua lapisan rakyat Indonesia ikut menjaga dan melestarikan
aset besar bangsa ini, agar ‘pencurian’ seni dan budaya tidak terjadi lagi.
Menyadari bahwa seni dan budaya tradisi adalah aset besar
bangsa yang sangat penting, merupakan langkah awal yang baik menuju prosesi
pelestarian seni dan budaya tradisi jangka panjang. Generasi muda sebagai ujung
tombak perjuangan bangsa, sudah saatnya bangkit dari gemerlap semu
westernisasi. Sudah saatnya untuk menjalankan amanah penerusan budaya
antargenerasi sebagaimana petuah nenek moyang. Mari rakyat Indonesia kita
kokohkan jati diri kita dalam seni budaya, aset bangsa yang harus lestari.
0 komentar:
Posting Komentar